Tutum Rahanta: Kami selalu menyampaikan fakta

487

Lesunya penjualan retail sedang menjadi fenomena global bukan hanya di Indonesia saja, tetapi juga di dunia. Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Retail Indonesia (APRINDO), penurunan mencapai 20% penjualan retail anjlok di kuartal pertama 2017 dibandingkan tahun lalu. Dikatakan hal ini karena turunnya daya beli masyarakat dan maraknya pertumbuhan bisnis online.

Dalam The Captain kali ini, Ferdy Hasan berbincang-bincang dengan Tutum Rahanta selaku Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO).

Q : Data APRINDO menunjukan penurunan retail Indonesia anjloknya cukup besar, 20% di tahun ini. Apa saja faktor penyebabnya?

A : Intinya, kami melayani keseharian kebutuhan masyarakat. Ini menyangkut kepentingan orang banyak jadi media ingin tahu, konsumen ini pada posisi bagaimana sih? Cukup atau tidak untuk daya beli mereka?

Yang paling mudah dideteksi itu dari kami karena kami frontline-nya, mulai dari konsumen yang paling rendah, sampai paling tinggi tersebar di kami. Dikatakan ada yang tumbuhnya masih bagus, ada yang sangat jelek. Secara umum, untuk tingkat konsumsi itu yang kita target, biasanya sepanjang puasa dan lebaran. Retail itu puncaknya ada saat lebaran.

Kalau season itu tidak bisa kita pungut, sepanjang tahun itu pasti dia rugi. Sekarang kita recheck kembali, gejala ini ada dimana titiknya. F&B masih bagus, mainan anak-anak masih oke menjelang lebaran, yang paling mengkhawatirkan adalah di segmen terendah. Message ini yang kita ingin pesan kepada pemerintah, bukan kita yang mengurus semua. Kami ini hanya memberikan informasi yang dibutuhkan oleh media.

Nah, kita melihat bahwa minimarket pun terganggu, padahal selama ini daya tahannya paling tinggi. Kami tidak buat-buat data ini, teman-teman minimarket teriak menyampaikan hal ini pada kami. Tidak pernah ada gejala sampai seperti ini dari tahun ke tahun.

Q : Data dari bank dunia mengatakan bahwa turunnya daya beli masyarakat bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga secara global. Terbukti dari data yang dirilis oleh Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia dikoreksi dari 5,2% menjadi 5,01%.

Tadi Anda mengatakan bahwa tidak shifting, bahwa daya beli masyarakat itu ada its a matter of habit cara membelinya, tapi industrinya tidak turun lalu sesuai dengan data yang dirilis Bank Dunia. Bagaimana tanggapan Anda?

A : Ya memang fenomena ini ada yang sifatnya pengaruh dari luar, dan juga pasti ada yang pengaruh dari internal kita. Kalau dari luar, saya kira itu pemerintah yang mengurusi pertukaran antar negara barangnya. Terus kalau pengaruh dari internal apa sih yang dapat kita kerjakan?

Baik sektor retail, sektor automotif, sektor apa pun lah masing-masing memberikan input, juga masukan kepada pemerintah. Kalau yang sektor retail sudah kena, retail itu ibaratnya bibir pantai, yang ada di ujung. Jadi kalau epicentrumnya di tengah laut, gelombangnya akan menghantam kami duluan.

Kalau ini sudah kena, berarti harus berbuat apa? Dari tahun ke tahun, kalau positif kita katakan positif, kita tidak buat-buat. Nah, ini sudah kita sampaikan, tapi kan di respon oleh beberapa kalangan. Urusan kami adalah menyampaikan apa adanya, fakta.

Sekali lagi, kalau soal ‘Anda turun karena ini shifting’ betul. Kami tidak bantah kalau online itu perkembangannya begitu pesat, tetapi harus dilihat seberapa besar porsinya online itu dari keseluruhan yang ada. Fakta sampai detik ini tidak ada yang mengatakan itu lebih dari 2%. Kami pun bermutasi ke arah bisnis online.

Q : Tingkat okupansi sektor retail di Jakarta ini mencapai titik terendah dalam satu dekade terakhir, 83,8% pada kuartal ketiga. Komentar Anda?

A : Ini membuktikan kami itu menggunakan space yang ada di pusat-pusat belanja. Nielson juga mengeluarkan data, setiap bulan mereka supply kami. Per sampai bulan Agustus pun drop lagi, minus. Data itu bukan hanya di kami. Nielson collect dari industri-industri.

Kalau sudah industrinya sendiri yang kurang men-supply, berarti shifting mau apa pun bukan di situ masalahnya karena konsumsinya sendiri yang berkurang. Ini menunjukkan bukti-bukti. Kalaupun kami yang drop, yang lain naik itu tidak jadi masalah bagi kami. Banyak retail yang tutup buka tokonya, bahkan ada yang bankrut.

Kalau sebagian besar retail happy, berarti itu salah di perusahaan. Tapi kalau semua menyuarakan suara yang sama, inilah yang pemerintah harus aware. Kami bukan minta duit, kami minta satu perhatian. Gejala ini harus diapakan? Pemerintah harus melakukan apa?

Q : Dari APRINDO sendiri mengharapkan pemerintah melakukan apa?

A : Kan pemerintah banyak memegang instrumen. Kita tahu berbagai analis mengatakan tahun 2016 kemarin ada pencabutan subsidi listrik contohnya nih, itu kan mempengaruhi. Kalau itu dicabut, berarti pemerintah mengeluarkan apa? Kebijakan apa? Agar ini tidak turun. Itu hanya salah satu bagian, kita juga memberikan masukan.

Ternyata sektor kalangan menengah ke atas masih banyak duitnya, karena dana pihak ketiga di bank naik ternyata, kita udh detect lagi ternyata mereka masih menahan belanja.

Bagaimana cara kita meraih mereka mengeluarkan uang supaya berbelanja? jangan ditakut-takutin untuk berbelanja, kartu kredit lah pajak lah, karena ini peka, orang yang punya duit itu.

Apalagi oh suku bunga, bisa saja. Banyak faktor yang bisa pemerintah kerjakan, pada tahun 2015 pemerintahan Pak Jokowi juga, kami memberikan masukan cepat sekali tindakannya memberikan bantuan dana sosial saya lupa juga. Dari pemerintahan sejak itu, belum setahun cepat naik.

Ini yang lagi kita perlukan dari pemerintah yang kita sayangi ini, pak Jokowi ini kan Presiden idaman kita. Jangan sampai kepekaan beliau yang begitu tinggi itu hilang. Presiden kita ini mengerjakan PR yang tidak dikerjakan oleh pemerintahan yang lama, infrastruktur yang telat, sumber daya manusia yang belum siap.

Ini kan pembenahan secara besar-besaran, kita yakin apa yang dikerjakan pasti akan membawa dampak, tetapi jangan sampai semaput semua. Kalau sampai semaput semua, itu bahaya.

Q : Bicara mengenai retail yang terus disandingkan dengan bisnis online. Pada akhir bulan ini menteri keuangan akan mengeluarkan peraturan pemerintah mengenai pajak untuk bisnis ekonomi digital atau e-commerce. Apakah ini akan membantu pengusaha retail Indonesia dengan adanya pajak untuk e-commerce?

A : Ini yang kami rindukan sebetulnya, aturan mainnya. Saya mengikuti pembahasan mengenai peraturan ini sudah 5 tahun, tidak pecah telur. Tapi belum jadi ya, ini baru niatan ya.

Kita harapkan dengan keberanian yang tinggi harus dikeluarkan. Saya akan ceritakan ini apa efeknya kalau tidak ada, sekali lagi kalau retail yang selama ini offline dan online itu penjualan pasti sama seperti yang ada di toko kami. Paling nama bervariasi tidak begitu berbeda.

Ada beberapa yang sudah terjadi, online web yang begitu hebat yang secara marketplace yang mereka begitu hebat promosinya, bahkan memberikan diskon secara besar-besaran dari nilai jualnya. Saya kira, yang jualnya siapa, yang punya webnya siapa?

Ini kan harus di-detect, apa mereka melakukan hal yang sama seperti yang kami lakukan. Kalau itu tidak equal, saya kira, ini membahayakan bangsa ini. Bukan kami saja. Karena pemerintah tidak mendapatkan manfaatnya, hanya bangga sesaat nanti penderitaannya jangka panjang.

Q : Secara geografi, untuk bisnis online di Indonesia tidak semudah seperti yang kita bayangkan. Dari segi pengiriman, cost of doing business-nya akan menjadi besar bila ada pengiriman dari satu pulau ke pulau lain ya.

Tapi yang namanya fenomena lesunya industri retail tidak hanya terjadi di Indonesia, bahkan di Amerika dan Singapore pun juga berdampak. Apa yang perlu dilakukan oleh pengusaha di Indonesia dari sudut pandang Anda sebagai seorang pengusaha?

A : Ya tetap kami mengikuti perkembangan zaman itu sendiri, online juga kami masukkan. Kami paham bahwa perusahaan online akan berkembang lebih pesat pertumbuhannya.

Ini sudah satu keniscayaan yang tidak bisa ditolak, masalah kita kepulauan atau tidak itu masalah ekspedisi saja, logistik saja. Tetapi semua ini pasti akan memudahkan masyarakat mendapatkan barang. Yang kami tetap sampaikan sekali lagi, siapapun akan ke arah sana termasuk kami yang offline ini.

Yang harus pemerintah awasi adalah semua pergerakan ini harus dimonitor. Bukan hanya penjualan barang jasa di barang, nanti jasa di keuangan pun akan berpengaruh besar-besaran. Ini yang harus di-detect, kalau tidak, bangsa ini tidak akan mendapatkan apa-apa karena online ini bisa dikerjakan dimana pun.

Basenya boleh di Indonesia, boleh tidak di Indonesia. Barangnya boleh di sini, bisa tidak ada di sini, termasuk administrasinya. Saya kira siapa pun sekarang, kita bisa pesan barang dari Amerika dari dunia mana pun.

Apa kelanjutan dari itu? Yang harus di antisipasi oleh pemerintah? Fenomena ini akan mempengaruhi apa? Seluruh kehidupan masyarakat pasti akan terganggu, ini yang sangat bahaya.

Q : Pak Tutum merupakan anggota APRINDO yang cukup vokal menyalurkan aspirasi-aspirasi dari para pengusaha dan juga Anda sendiri. Apakah ada pengalaman dikritik orang lain?

A : Saya punya satu keyakinan, selama kita menyampaikan apa adanya, tanpa kepentingan interest pribadi, apalagi bisa membantu pemerintah, saya sampaikan apa adanya.

Tetapi kalau ini bisa mempengaruhi posisi orang yang selama ini membantu, saya mohon maaf. Saya ini kan hanya melayani kebanyakan orang yang ingin mendapatkan informasi yang benar saja.

Saya bilang, selagi kita menyampaikan apa adanya, tanpa kepentingan untuk kita, untuk membangun bangsa ini, kenapa takut? Negara ini kita yang punya, bukan hanya pejabat itu yang punya.

Kita ingin pemerintah ini mendapatkan yg terbaik dari seluruh sektor, termasuk kita. Kami berilah informasi yg tepat agar pemerintah dapat menentukan kebijakannya dengan baik. Kepentingan untuk kita semua.

Saya tidak mengkritik secara pribadi, saya tidak menghina satu orang, saya hanya menyampaikan bahwa bukti-bukti ini ada tapi dengan cara yang saya kira masih batas orang Timur lah.

[teks Ghesilia Gianty, Brava Listeners dari Universitas Multimedia Nusantara | foto dok. Brava Radio]

Baca juga:
Koleksi aksesoris musim dingin terbaru dari Bvlgari
Waspada radang gusi
10 Jam tangan terbaik di Basel World 2017

Redaksi