“Investasi itu untuk mengerjakan 15 proyek yang menghasilkan energi sebesar dua gigawatt di seluruh dunia, jumlah terbanyak berada di Amerika Serikat,” ungkap Needham seperti dikutip Tempo dari CNBC, Selasa (18/2/2014).
Diketahui, menurut Needham, kini 34 persen kegiatan operasional Google bergantung pada energi terbarukan. Secara statistik, jika seluruh proses berjalan dengan tepat, energi dapat diperbarui hingga 100 persen.
Pemanfaatan energi alternatif, lanjut Needham, mampu menekan anggaran bagi keperluan infrastruktur raksasa teknologi tersebut. Google menggelontorkan dana sebesar US$ 2,25 miliar, atau sekitar Rp 26,4 triliun, menurutnya, untuk pengembangan pusat data dan keseluruhan infrastruktur. Jumlah itu dinilai terlalu besar bagi perusahaan sekelas Google sekalipun.
Google memulai proyek energi surya dan panas bumi di Ivanpah, California, pekan lalu, menggunakan 357 ribu kaca untuk menghasilkan listrik sebesar 394 megawatt. Proyek ini merupakan yang terbesar di kategorinya. Nilainya setara dengan penggunaan listrik bagi 140 ribu rumah.
Sekretaris Dewan Energi Amerika Serikat Ernest Moriz memuji langkah yang ditempuh Google. “Proyek ini menunjukkan bahwa membangun energi yang bersih dapat mendorong perekonomian dengan membuka pekerjaan dan melakukan inovasi terhadap pengolahan emisi gas,” ungkapnya.
Pengembangan energi alternatif yang dilakukan Google juga berkaitan dengan ambisi mereka, yakni ingin menciptakan teknologi yang manusiawi. “Teknologi akan segera menjadi hal yang manusiawi, lebih dari yang pernah dibayangkan,” ungkap pakar teknik Google, Scott Huffman.
Diketahui sebelumnya, Google sudah menganggarkan dana jutaan dolar untuk menciptakan teknologi semacam itu. Di antaranya, untuk menciptakan mobil pintar dan robot.
- Harper’s Bazaar Indonesia Asia NewGen Fashion Award (ANFA) kembali hadir di tahun 2024! - Mar 7, 2024
- Farah Tubagus - Dec 22, 2023
- Joshua Nafi - Dec 22, 2023