Semarak Warna Dasi Kupu-kupu Hermes

348

Selain memproduksi tas-tas mewah, Hermes juga banyak melakukan inovasi pada produk-produk aksesorisnya yang lain. Kali ini produsen aksesoris mewah asal Paris tersebut berusaha mempopolerkan dasi kupu-kupu berwarna-warni.

Hermes sepertinya ingin menonjolkan sisi maskulin wanita dengan koleksi dasi kupu-kupu terbarunya. Sebab, dasi tersebut memang identik dengan gaya busana pria. Namun, penggunaannya lebih variatif, tak hanya di leher tapi juga dapat dikenakan di pergelangan tangan.

Dasi yang terbuat dari bahan sutra ini memiliki warna-warna yang cerah dan motif khas Hermes dengan empat tema berbeda. Keempat tema dasi tersebut dibuat oleh empat desainer yang berbeda.

Tema Fleurs et Papillons de Tissus didesain oleh Christine Henry yang terinspirasi dari kekayaan sejarah tekstil di Musee des Tissus, Lyon. Koleksi lainnya dinamakan Flots, Fleurs et Frontaux oleh Virginie Jamin. Desainnya banyak mengambil motif bunga-bunga dan equistrian. Ada pula Paddock oleh Jean-Louis Clerc yang terinspirasi oleh joki dan balap kuda. Sementara, koleksi Imperiales didesain oleh Catherine Baschet.

Seperti dikutip dari New York Magazine, Dasi tersebut dijual dengan harga USD 155 atau sekitar Rp 2,2 jutaan. Harga ini lebih mahal dibandingkan dengan scarf bandana ala cowgirl yang dirilis tahun lalu sebagai koleksi busana musim gugur.

Dirilisnya koleksi dasi kupu-kupu ini seperti menunjukkan bahwa Hermes tidak terpengaruh dengan isu penyiksaan binatang yang dituduhkan organisasi penyayang binatang The People for the Ethical Treatment of Animals (PETA).

Beberapa waktu lalu, PETA merilis rekaman video yang menunjukkan kekejian di penangkaran buaya yang menyuplai kulit ke perusahaan Hermes International SA. Dalam video tersebut, tampak puluhan hingga ratusan buaya berdesakan di kolam dari semen. Setelah berusia setahun, buaya-buaya tersebut ditembak mati, lantas dikuliti. Tidak jarang pula mereka dikuliti dalam kondisi masih hidup. Namun, Hermes sudah menyanggah tuduhan tersebut.

[Teks: @moehakam | Foto: New York Magazine]

Redaksi