WHO Gelar KTT untuk Bahas Penggunaan Obat Tradisional

97
WHO Gelar KTT untuk Bahas Penggunaan Obat Tradisional

World Health Organization atau WHO di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) untuk membahas penggunan obat tradisional.

Pertemuan pertama untuk membahas obat tradisonal ini digelar pada Kamis (17/8) waktu setempat. Mengingat di tengah era modern, pengobatan tradisional masih populer di berbagai penjuru dunia.

WHO Gelar KTT untuk Bahas Penggunaan Obat Tradisional

“Kita perlu menghadapi fakta kehidupan nyata yang sangat penting bahwa obat-obatan tradisional sangat banyak digunakan,” kata peraih Nobel sekaligus Ketua Dewan Sains WHO, Harold Varmus, melalui video saat KTT.

“Penting untuk memahami bahan apa yang sebenarnya ada dalam obat-obatan tradisional, mengapa mereka bekerja dalam beberapa kasus. Dan yang penting, kita perlu memahami dan mengidentifikasi obat tradisional mana yang tidak bekerja,” tambahnya.

Tedros Adhanom Ghebreyesus selaku Direktur Jenderal WHO mengatakan pihaknya saat ini, “sedang bekerja untuk mengumpulkan bukti dan data untuk menginformasikan kebijakan, standar, dan peraturan untuk penggunaan obat tradisional yang aman, hemat biaya, dan adil.”

WHO Gelar KTT untuk Bahas Penggunaan Obat Tradisional

WHO menilai, walaupun banyak digunakan, obat tradisional selama ini dipandang menyebabkan kesenjangan akses dalam perawatan kesehatan. Obat tradisional juga dinilai meningkatkan perdagangan hewan langka, seperti harimau, badak, dan trenggiling.

Badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sementara itu, mendefinisikan pengobatan tradisional sebagai pengetahuan, keterampilan, dan praktik yang digunakan dari waktu ke waktu guna menjaga kesehatan dan mencegah, mendiagnosis, serta mengobati penyakit fisik dan mental.

Baca Juga: 3 Cara Menjaga Kualitas Udara Sehat dalam Ruangan

Sebagai informasi, dari 194 negara anggota WHO, 170 negara mengakui penggunaan obat tradisional dan komplementer sejak 2018. Akan tetapi, hanya 124 negara yang dilaporkan punya regulasi mengenai penggunaan obat herbal. Kemudian hanya setengah yang memiliki kebijakan nasional tentang metode dan obat tersebut.