The Captain (19/1) yang dibawakan oleh Ferdy Hasan, kedatangan seorang narasumber yang sekaligus Calon Gubernur DKI Jakarta dengan nomor pilihan 3, Anies Baswedan.
Di kesempatan kali ini, Anies membahas alasan ia mencalonkan diri dan visi misinya untuk DKI Jakarta.
Q: Titik balik apa sebenarnya yang menjadikan Anda untuk maju Pilkada DKI Jakarta tahun ini?
A: Sejujurnya, tidak ada rencana apa-apa. Prosesnya juga tidak ada rencana. Waktu saya resmi selesai di Kemdikbud, saya keliling ke banyak tempat. Namun, sejak tahun lalu, Sandiaga Uno datang menghampiri saya dan mengatakan “I’m contemplating to run for Jakarta,” saya jawab “Go, you should,”.
Menurut saya, Jakarta memang perlu perubahan. Kenapa? Jakarta itu harus ada nuansa unity, jangan cuma sekadar pembangunan. Dan karena waktu itu saya masih Mendikbud, saya merasa bukan tempat saya untuk menggerakkannya.
Nah setelah saya sudah tidak di Mendikbud, dan saya belum melakukan sesuatu yang lain, tiba-tiba nama saya banyak disurvey untuk Pilkada DKI Jakarta. Wartawan juga banyak yang tanya ke saya, tapi saya sama sekali belum ada minat ke sana.
Tapi kemudian, Ketua Partai Politik datang kepada saya, menanyakan pertanyaan yang sama. Saya jadi berpikir dan harus memberikan jawaban. Dan harus berupa pengambilan keputusan.
Kalau sampai Ketua Partai Politik yang datang ke saya kan, ini sangat serius. Dan tidak bisa main-main. Saya merasa diberi kepercayaan besar. Saya juga berunding dulu sama istri, dan saya sholat istikharah dulu.
Lalu saya juga berpikir, survey yang membawa-bawa nama saya kan sifatnya publik, kalau bisa sampai ada nama saya berarti kan itu aspirasi. Dan sudah pasti yang bikin survey tidak ada hubungannya sama saya.
Di sisi lain, selama ini saya selalu mendukung teman-teman yang bersedia masuk ke pemerintahan. Saya selalu bantu mereka. Ridwan Kamil contohnya. Saya selama ini lebih suka “mendorong”, apalagi untuk orang yang “tidak bermasalah”. Orang baik harus berperan, dan selama bisa dibantu, saya pasti siap membantu.
Namun untuk kali ini, sepertinya sudah saatnya saya sendiri yang maju. Dan saya siap, saya bilang saya mau kasih alternatif untuk warga Jakarta. Saya mau menunjukkan saya bisa menanggung tanggung jawab. Ketika ada panggilan tanggung jawab, harus bener bertanggung jawab.
Q: Setelah Anda yakin, bagaimana tanggapan orang terdekat?
A: Tanggapan mereka sangat bervariasi. Apalagi mereka yang sudah menentukan pilihan duluan. Saya bilang, harusnya mereka jangan pilih duluan kalau belum ada pilihan. Ibarat ke restoran, langsung pesen makanan padahal belum lihat menunya.
Q: Bisa dijelaskan visi misi Anda? Dan slogan Anda “Maju Kotanya, Bahagia Warganya?”?
A: Kami ingin Jakarta lebih dari sekadar tulisan di KTP. Jakarta adalah tempat untuk merasakan kebahagiaan dan keadilan. Juga untuk warga bisa interaksi leluasa. Bahagia itu kan caranya banyak, tapi pemimpin harus eksplisit berbicara mengenai kebahagiaan.
Misalnya Anda, Ferdy Hasan, yang selalu menemani warga Jakarta dalam kemacetan seperti bercanda, ngobrol, itu kan sifatnya menghibur dan bikin happy.
Kami berencana untuk membereskan tidak hanya infrastruktur, tapi juga masyarakatnya. Seperti kesehatan, pendidikan, dll. Satu hal yang paling jadi perhatian, yaitu soal kemiskinan.
Q: Anda pernah keliling seluruh kota ke kecamatan terpencil seperti itu?
A: Oh, tentu saja. Problema kemiskinan ini bukan kesalahan satu orang, dan bukan salah gubernur saja. Jadi kita tidak bisa sembarang menyalahkan. Timpangnya luar biasa. Kemiskinan adalah masalah lama yang belum beres. Jadi jangan mulai dengan membela si ini atau itu. Ini masalah menahun yang belum diselesaikan dengan serius.
Saya berasal dari kelas menengah, pekerjaan ada, rumah ada, hiburan ada. Saya juga ikut menggerakkan sosial lewat Indonesia Mengajar. Tiap tahun saya mengirimkan anak-anak muda ke pelosok-pelosok Indonesia.
Dan saya juga ikut ke situ. Saya menyaksikan sendiri kemiskinan yang luar biasa. Ada salah satu pulau yaitu Pulau Selaru. Di satu tempat sekitar tiga puluh orang berkumpul, ada 1 orang menyalakan diesel di kejauhan. Untuk apa? Untuk pasang microphone.
Bayangkan, untuk pakai mic saja harus pakai diesel, karena tidak ada listrik. Ini kejadiannya sudah 5-6 tahun yang lalu.
Lalu di perkumpulan itu, mereka memulai acara dengan menyanyikan lagu “Indonesia Raya”. Saya merasa seperti sedang dikasih pesan. Saya, Anies Baswedan, sudah merasakan arti kemerdekaan, punya pekerjaan, hidup sejahtera, bahagia, sedangkan rakyat Pulau Selaru belum dapat apa-apa. Tapi mereka sama cinta Indonesia, seperti saya. Dan saya saksikan itu semua,
Dan di tiga bulan ini, saya dapat amanah itu. Orang kelas menengah jarang melihat itu semua. Kita terlalu sibuk sndiri. Seperti ada dua dunia: dunia kelas menengah, dan kelas menengah ke bawah.
Banyak kampung kecil rumahnya 3×4 meter saja, tidak ada toilet. Dan ini bukan persoalan lima tahun sekali, bisa 2-3 generasi.
Di sinilah ketimpangan soal kemiskinan. Ketika kita keluar dari daerah seperti itu, kita melihat jelas kemakumuran yang tidak mereka rasakan.
Q: Bagaimana solusinya menurut Anda?
A: Untuk jangka pendek, solusinya adalah lapangan pekerjaan. Jangan hanya employment, tapi juga entrepreneurship. Keterampilan sederhana itu bisa diasah. Penjahit misalnya, bisa dikonveksikan dengan factory yang lebih besar. Mereka jadi punya skill untuk ekonomi yang lebih besar. Tapi, ini baru untuk jangka pendek.
Untuk jangka panjang, yaitu pendidikan. Yang bisa membuat kami sampai di sini adalah sekolah dan pendidikan. Yang menentukan jadi apa kami hingga saat ini adalah pendidikan. Maka pendidikan sudah seperti jantung yang menentukan hidup kita.
Brava Listeners, terus dengarkan Brava Radio di 103.8 FM atau bisa melalui streaming di sini.
Baca juga:
Tren aksesori 2017: backpack
20 Mitos tahun baru Imlek
Antoine Griezmann mengelak akan pindah ke MU
- Harper’s Bazaar Indonesia Asia NewGen Fashion Award (ANFA) kembali hadir di tahun 2024! - Mar 7, 2024
- Farah Tubagus - Dec 22, 2023
- Joshua Nafi - Dec 22, 2023