Menjelajahi Angkasa Lebih Cepat, Inovasi Biomimetik Ubah Lanskap Penerbangan Supersonik

12
Foto: Boom Supersonic via Luxury News

Impian akan perjalanan udara komersial supersonik yang memangkas waktu tempuh antar benua telah lama terpendam, terganjal oleh isu klasik: inefisiensi bahan bakar, biaya operasional selangit, dan jejak karbon yang mengkhawatirkan. Namun, abad ke-21 menyaksikan kebangkitan kembali ambisi ini, dipelopori oleh visioner seperti Boom Supersonic. Kali ini, fokus tak hanya pada kecepatan semata, melainkan juga pada keberlanjutan dan kelayakan ekonomi yang mendasarinya. Sebuah terobosan revolusioner kini hadir, berpotensi merombak paradigma ini: Boom menguji material mutakhir yang terinspirasi dari tekstur kulit predator laut—hiu—sebuah inovasi yang menjanjikan efisiensi luar biasa bagi jet supersonik dalam menembus batas kecepatan suara.

Material revolusioner ini, buah karya perusahaan kedirgantaraan Australia, MicroTau, mengaplikasikan konsep riblet—alur-alur mikroskopis yang meniru dentikel dermal pada kulit hiu sesungguhnya. Struktur nan canggih ini memungkinkan hiu meluncur anggun di dalam air dengan hambatan minimal. Ketika diaplikasikan pada permukaan pesawat, riblet berinteraksi cerdas dengan aliran udara, secara signifikan mengurangi hambatan—musuh utama efisiensi pada kecepatan tinggi. Bagi jet supersonik, di mana setiap persentase penghematan hambatan berpotensi menghasilkan penghematan bahan bakar yang substansial, teknologi ini menjelma menjadi game-changer yang transformatif.

Seperti yang dilaporkan oleh New Scientist, Boom Supersonic telah mengintegrasikan material riblet ini sebagai patch uji pada bagian perut prototipe XB-1 mereka—sebuah demonstrator berskala kecil yang dirancang untuk memvalidasi teknologi krusial bagi pesawat supersonik komersial masa depan. Selama serangkaian uji terbang yang intensif, termasuk dua kali penerbangan yang sukses melampaui Mach 1.0, patch material tersebut tetap kokoh dan tanpa menunjukkan degradasi sedikit pun, bahkan di bawah tekanan aerodinamis ekstrem yang dihasilkan oleh perjalanan supersonik. Ketahanan dan kinerja awal yang mengesankan di bawah tekanan tinggi ini menjadi pertanda menjanjikan bagi sebuah teknologi yang berpotensi melayani baik penerbangan komersial mewah maupun aplikasi militer berkinerja tinggi.

Efisiensi bahan bakar telah lama menjadi Achilles’ heel bagi penerbangan supersonik sejak era Concorde. Kecepatannya yang legendaris dibayar mahal dengan konsumsi bahan bakar yang luar biasa boros, membatasi aksesibilitas dan profitabilitasnya. Jika Boom berhasil mengadopsi material pengurang hambatan seperti riblet MicroTau secara menyeluruh pada seluruh armadanya di masa depan, peningkatan efisiensi yang signifikan dapat tercapai, hingga 4% dalam kondisi ideal, berdasarkan simulasi komputer yang cermat. Angka ini mungkin terdengar sederhana, namun dalam dunia penerbangan, peningkatan sekecil apapun dapat secara dramatis memangkas biaya operasional dan emisi karbon, terutama jika dikalikan dengan skala armada global.

Dengan memadukan permukaan yang terinspirasi dari keanggunan kulit hiu ke dalam desain pesawat supersonik masa depan mereka, Boom tidak hanya mengejar kecepatan semata, akan tetapi mereka secara proaktif mengatasi tantangan ekonomi dan lingkungan krusial yang telah menggagalkan impian supersonik beberapa dekade silam. Apakah teknologi inovatif ini terbukti dapat ditingkatkan skalanya dan lolos sertifikasi ketat masih menjadi pertanyaan terbuka, namun keberhasilannya dalam uji terbang Mach 1.18 menandakan sebuah lompatan kuantum yang patut dirayakan. Jika perjalanan supersonik yang berkelanjutan dan mewah akhirnya terwujud, jawabannya mungkin terletak pada rahasia yang tersimpan dalam tekstur kulit sang penguasa lautan.