Mulai dari nol, Chandra Lie membangun Sriwijaya Air

12602
Chandra Lie

The Captain kembali membawa kisah inspiratif untuk Brava Listeners. Kali ini datang dari pendiri Sriwijaya Air, Chandra Lie.

Kisahnya diawali setelah lulus SMP di Pangkal Pinang, Bangka Belitung. Lalu kemudian Chandra Lie hijrah ke Jakarta, bekerja sembari sekolah SMA.

Keinginannya untuk menjadi guru olahraga atau pengacara, membawanya untuk bertekad bisa masuk UI. Tapi takdir mengatakan lain, Chandra Lie tak lulus UI. “Kemudian saya melanjutkan usaha di garmen,” jelas Chandra.

Usahanya di bidang garmen berkembang. Dari semula 7 mesin, kini ia memiliki 150 mesin. Sebelum ia akhirnya menyerahkan bisnis garmen ini ke sahabatnya, karena ingin fokus menjalankan bisnis barunya, Sriwijaya Air.

Ide memulai bisnis di sektor penerbangan ini bermula dari susahnya ia untuk dapat pulang kampung. “Saya pulang ke daerah sulit sekali. Naik kapal air kadang-kadang tidak bisa. Katanya 7-11 jam sampai ke Pangkal Pinang. Tapi ternyata sudah 3 hari belum sampai, dan malah balik lagi ke Jakarta karena ombak besar. Sedangkan kalau kita naik pesawat, itu 1 minggu cuma ada 3 kali penerbangan. Jadi kita naik bersama ayam dan buah-buahan. Nah, saya melihat ada peluang bisnis di sini.”

Setelah pengalamannya itu, pada tahun 2000, Chandra Lie mulai coba mengajukan izin-izin untuk pembukaan maskapainya. Dan baru disetujui pada tahun 2003. “Saya mulai Sriwijaya Air pada 10 November 2003, dengan 1 pesawat, Boeing 737-200.

Sekarang, setelah 12 tahun berjalan, Sriwijaya Air telah memiliki 45 pesawat komersil, melayani 47 rute domestik dan 7 rute internasional. Serta berencana akan terus menambah armadanya setiap tahun.

Kunci sukses kepemimpinan Chandra Lie dapat dilihat dalam beberapa faktor. Pertama Efesiensi, “Saya ingin menyampaikan bahwa perusahaan yang efisien lah yang bisa bertahan saat ini. Karena bisnis ini sangat tergantung dengan mata uang asing dan avtur. Artinya ada kenaikan setiap poin saja, itu bermasalah. Jadi harus betul-betul kami sebagai manajamen mengatur rencana dengan baik.”

Kedua, bekerja dengan ikhlas. Ketiga, melihat kompetitor sebagai kawan yang saling membutuhkan. Keempat, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan kita duduk bersama.”

Dengan keberhasilannya membawa Sriwijaya Air menjadi bagian dari salah satu penerbangan terbaik di Indonesia, baru-baru ini Chandra Lie mendapatkan penghargaan dari Ernst & Young Indonesia sebagai, Entrepreneurial Spirit Award, sebuah penghargaan yang diberikan kepada pebisnis bertalenta di tanah air yang memiliki komitmen untuk sukses dan berhasil melihat peluang, serta berkontribusi kepada masyarakat secara keseluruhan.

Harapnya, “Saya dapat memotivasi siapa saja terutama di internal saya. Saya ingin seluruh karyawan Sriwijaya Grup bekerja keras untuk mempertahankan dan mengembangkan Sriwijaya Air.”

Seperti biasa di setiap wawancaranya, Ferdi Hasan menanyakan arti bisnis dalam 3 kata, “Sebenarnya saya hanya mengutip kata-kata orangtua saya. Yaitu, rajin, jujur, dan jangan menyakitkan hati orang lain,” ucap Chandra Lie.

Kesuksesan Chandra Lie dalam usahanya tak lepas dari dukungan keluarga. Ia selalu berusaha pulang sebelum anak-anaknya tidur, walau banyak tidak kesampaian. Tetapi Chandra selalu menyempatkan untuk merapikan selimut tidur keempat anaknya. Baginya saat weekend keluarga menjadi prioritas. “Kita jangan tinggalkan air mata, tapi kita harus meninggalkan mata air untuk anak cucu kita,” ujarnya mengenai moto hidup yang telah membawanya di posisi saat ini.

Brava Listeners dengarkan terus cerita inspiratif lainnya dalam program The Captain di 103.8 FM Brava Radio, setiap Kamis pukul 9 pagi hingga 10 pagi WIB. [teks @bartno | foto ist]

Redaksi