Pasar Indonesia Tak Terkalahkan di ASEAN

29

Hal ini sesuai dengan data yang diungkapkan oleh Country Head Jones Lang LaSalle Indonesia, Todd Lauchlan, ASEAN Economic Overview pada RICS ASEAN Real Estate and Infrastructure Summit di Jakarta, Selasa (25/2/2014). 

Berdasarkan kondisi aktual saat ini, menurut Todd, Indonesia muncul sebagai pesaing serius bagi Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand.  Indonesia bahkan dapat jauh melampaui keempatnya, untuk pertumbuhan harga sewa properti komersial.

Jakarta yang mewakili Indonesia, secara tahunan pada kuartal IV 2013 sampai kuartal IV 2014, mencatat pertumbuhan harga sewa 16 persen. Sementara, Singapura hanya 3 persen dan Bangkok 6 persen. “Indonesia muncul sebagai pasar yang paling dinamis dan menjanjikan. Secara umum,  pertumbuhan pasar properti semua lini juga terus meningkat dari tahun ke tahun,” ungkap Todd.

Selain itu menurut APREA, Pramerica Real Estate Investors, Indonesia menguasai porsi 0,7 persen atau 189 miliar dollar AS dari total pasar properti global senilai 26.559 miliar dollar AS pada 2011. Sementara, Filipina hanya menguasai porsi 0.2 persen atau 48 miliar dollar AS.

Pada 2021 mendatang, porsi tersebut juga diprediksi melonjak sebesar 1,5 persen menjadi 752 miliar dollar AS dari total 48.723 miliar dollar AS. Dengan lonjakan pertumbuhan yang signifikan, Indonesia mampu melewati negara tetangga seperti Filipina, Thailand, Malaysia, Vietnam, bahkan Singapura yang pertumbuhannya tercatat sebesar 1,1 persen atau 548 miliar dollar AS.

Bahkan satu dekade berikutnya, angka tersebut dapat meroket 2,1 persen menjadi 1.967 miliar dollar AS dari total pertumbuhan global senilai 92.065 dollar AS.

Fundamental pasar properti Indonesia saat ini, menurut Todd, dalam kondisi sangat baik dan memungkinkan untuk terus tumbuh. Tergambarkan oleh tingkat permintaan, pasokan dan harga sewa properti komersial perkantoran yang menunjukkan kurva positif.

“Pertumbuhan ekonomi, kenaikan jumlah kelas menengah dan pendapatan per kapita akan membuat daya saing Indonesia lebih tinggi dan diperhitungkan,” jelas Todd. Arus modal dari Singapura dan Hongkong dapat distimulasi dengan kondisi tersebut. Mereka menjadikan Jakarta sebagai lahan garapan. 

“Kendati terjadi perlambatan pada awal tahun 2014, hanya sementara. Setelah Pemilihan Umum, permintaan akan menguat. Ini sama seperti Pemilihan Umum 2004-2009, di mana net take up mengalami pemulihan setelah terpilihnya Presiden,” tegas Todd seperti yang dilansir Kompas.

Redaksi