Banyak Peluang Bisnis Di Kanada

114

Dalam forum bisnis yang diadakan KBRI Kanada setelah pembukaan booth Indonesia dalam pameran produk makanan dan minuman untuk pasar Amerika Utara (SIAL CANADA 2013), di Toronto, Selasa, oleh Dubes RI, Dianne Moehario, beberapa pengusaha asal Indonesia yang sukses memberikan testimoni kiat suksesnya dan peluang bisnis di negara markas dari grup musik cadas Aerosmith dan Rush itu.

Elke Oey, pemilik Oey Trading Co, yang telah berbisnis di Kanada sekitar 30 tahun, merupakan pemasok Indomie (Indofood), Kecap ABC, Kacang Garuda (Garuda Food), dan bumbu masak merek Bamboo, mengatakan, permintaan produk makanan dari Indonesia tiap tahun selalu meningkat. “Karena permintaan naik terus itu pertanda bahwa produk Indonesia dapat diterima masyarakat Kanada, yang merupakan negara imigran. Permintaan Indomie terus naik dan mampu saingi mie dari Korea Selatan dan Jepang,” kata Elke, importir dan distributor produk Indonesia.

Sukses Elke Oey merupakan hasil kerja keras dan perjuangan di Kanada selama 30 tahun. Ia menawarkan dan menjual Indomie mulai dari satu atau dua kardus tapi kini sudah mampu impor 30 kontainer setiap tahunnya. Jaringan distribusinya sudah masuk ke supermarket besar seperti Wal Mart di seluruh provinsi Kanada.

Ia mengakui masuk pasar Kanada tidak mudah. Banyak aturan perlindungan konsumen yang harus dipenuhi oleh pengusaha Indonesia. Informasi produk harus disampaikan dalam bahasa Inggris dan Perancis. “Cita rasa Indonesia bisa masuk ke Kanada. Tak perlu khawatir. Kecap ABC telah berhasil mengalahkan kecap dari negara lain dan banyak industri makanan Kanada gunakan kecap ABC dari Indonesia,” katanya.

Menurut dia, produk Indonesia lainnya yang dapat sukses pemasarannya di Kanada adalah kerupuk, terutama kerupuk Udang. Berbagai macam kerupuk Indonesia akan menjadi produk terbaik. Produk Rumah Tangga Seorang pengusaha sukses lainnya di Kanada, Herman Tan asal Medan, juga berhasil memasarkan produk rumah tangga seperti panci dan piring dari Indonesia. Bisnisnya terus maju, ia kini merupakan importir produk makanan dari Eropa. “Kami juga memasarkan produk kerajinan tangan dari Jawa Tengah. Jaringan distribusi (pasar) kami untuk Kanada dan Amerika,” kata Herman Tan, CEO Tannex.

“Jarak yang jauh antara Indonesia dengan Kanada bukan persoalan. Biaya pengiriman dengan kapal memang lebih mahal sedikit tapi daya beli masyarakat Kanada sangat tinggi jadi harga jualnya masih dapat diterima pasar,” kata Herman, masuk ke Kanada pada tahun 1977 sebagai seorang mahasiswa.

“Yang penting adalah produknya unik, punya nilai tambah untuk konsumen. Jika produk makanan harus memberikan kesehatan bagi konsumen maka mereka akan membelinya,” kata Herman Tan, yang masih mempertahankan statusnya sebagai WNI.

Selain mereka, Jonathan Tunggal, pengusaha muda yang sukses menjual gelas dari kertas yang tahan panas ke kafe-kafe dan industri roti terkemuka di Kanada. Kertas yang tahan panas itu diimpor dari Jakarta, Indonesia. “Saya mulai bisnis di Kanada sejak 2009 hingga sekarang dan hanya satu produk yakni gelas kertas yang tahan panas. Pemasaran gelas kertas kami sudah masuk di negara bagian Ontario dan Quebec,” katanya.

Ia mulai menawarkan gelas kertas dengan ikut pameran, kemudian mendatangi kafe-kafe serta industri roti ternyata membuah hasil. “Banyak kafe mahal yang mau melayani konsumen dengan hal unik, misalkan memberikan gelas kertas,” tambah Jonathan. Pada tahun pertama, pemilik perusahaan JS Tunggal Group Inc, impor kertas sebanyak 2,5 kontainer per tahun tapi kini telah impor sebanyak 7 kontainer per tahun akibat permintaan yang terus naik.

Peluang Properti Selain industri makanan, Greg Sudjana merupakan pengusaha properti di Toronto yang sukses dan kini memiliki dua hotel terkemuka yakni Novotel dan Days Inn. Ia datang bersama GM Hotel Novotel yang letaknya di kawasan Vaughan, Woodbridge. Ia bercerita, mulai masuk Kanada tahun 1969 sebagai pelajar.

Setelah lulus, ia bekerja di laboratorium dan mulai mengumpulkan uang dari gajinya untuk berbisnis. Dengan beberapa orang Indonesia lainnya yang tinggal di Kanada, Greg mulai berbisnis properti. Ia membeli apartemen-apartemen murah yang kemudian direnovasi. Seiring dengan pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang pesat di negara itu, harga sewa dan jual apartemen terus naik. “Dari bisnis apartemen, kami punya modal sedikit kemudian dapat tawaran dari Bank. Kami kemudian membangun dua hotel di Toronto,” ungkap Greg, dengan bahasa Indonesia yang masih lancar dan fasih walau sudah jadi warga Kanada.

Ia mengajak pengusaha properti Indonesia untuk masuk dan berbisnis di Kanada. “Banyak tanah kosong di provinsi-provinsi British Colombia. Pertumbuhan ekonominya naik terus karena ditemukan gas dan minyak bumi. Ini juga merupakan potensi bisnis properti bagi orang Indonesia,” katanya.

 

Sumber: Kantor Berita Antara

Redaksi