Budi Soehardi: Niatan untuk menolong para pengungsi Timor Timur

107

Pada The Captain (15/12) yang dibawakan oleh Ferdy Hasan, kehadiran seorang narasumber yaitu Founder Yayasan Kasih Roslin, Budi Soehardi. Dulunya, beliau adalah pilot dari pesawat Singapore Airlines.

Kali ini mereka membahas mengenai awal mula sebelum pembentukan yayasan tersebut.

Q: Banyak orang lebih mengenal Anda sebagai pilot, namun tidak banyak yang tahu mengenai masa kecil Anda. Boleh diceritakan sedikit tentang masa kecil Anda?

A: Masa kecil saya sangat colorful. Saya dari lahir hingga SMA selalu di Jogja. Ayah saya salah satu pendiri Universitas Jogjakarta.

Pada tahun 1965, di bulan Juli, ayah saya meninggal. Karena kecelakaan waktu mau jemput saya setelah main tenis. Setelah itu, hidup tanpa ayah terasa cukup berat.

Selain masalah finansial, ada masalah-masalah lain yang membutuhkan figur ayah, namun tidak kami dapatkan. Ibu saya begitu luar biasa, sanggup menerapkan fungsi sebagai ibu, ayah, teman, sahabat, sekaligus pelindung.

Saya jadi banyak belajar tentang hidup setelah masa itu. Betapa saya rasakan kasih sayang ibu pada kami, hingga saya dan saudara-saudara saya sangat solid.

Mungkin kami “beda” dengan yang lain, karena kami benar-benar berusaha sendiri, memenuhi kebutuhan sendiri. Kakak beradik berlomba bangun pagi untuk menyiram tanaman.

Walau makan nasi hanya 1x sehari, kebutuhan tidak terasa kurang. Kami menanam pangan sendiri, pisang selalu subur, tales ada, pepaya selalu berbuah. Ada juga Pohon Sawo, pohon itu kan makin diambil buahnya, makin banyak juga berbuahnya.

Hasil tanaman itu dari kami semua. Makanya, feeding kami dari kecil sudah bagus. Kami sehat karena banyak konsumsi buah.

Q: Anda berapa bersaudara?

A: Kami lima bersaudara, dan saya paling bungsu.

Q: Lalu bagaimana akhirnya Anda memutuskan untuk membuat panti asuhan?

A: Kasih Roslin sebenarnya didirikan tanpa rencana, desire, dan pengetahuan apapun. Benar-benar start from zero. Panti asuhan mulai dibentuk pada tahun 1995.

Waktu itu saya tinggal di Korea Selatan, saat itu kami sekeluarga memasak dan lalu makan-makan, begitu banyak kenikmatan yang dirasakan pada saat itu.

Lalu kami ingin merencanakan traveling untuk waktu yang cukup lama, selama 33 hari. Dengan allowance dari Singapore Airlines sewaktu saya masih di situ.

Saat sedang makan-makan itulah, kami melihat tayangan di tv, yang menayangkan para pengungsi Timor Timur. Kondisi mereka sangat kontras dengan kondisi saya waktu.

Mereka tidak punya apa-apa, sedangkan saya begitu dilimpahi banyak kenikmatan. Apalagi di pengungsi itu, ada keluarga yang anaknya sampai 10-12 org.

Kondisi itulah yang menginspirasi saya untuk menunda liburan tersebut, dan mengunjungi pengungsi tersebut.

Brava Listeners, terus dengarkan Brava Radio di 103.8 FM atau bisa melalui streaming di sini. [teks Gabriella Sakareza]

Baca juga:
NIKE rayakan setahun pencapaian Cristiano Ronaldo
Bukan sekadar nonton bila liburan ke tempat ini
Unik! Kereta terpanjang berada di Australia

Redaksi