Darwis Triadi dan cerita fotografinya

1060

Sosok Darwis Triadi di mata publik Indonesia dikenal sebagai fotografer handal. Sudah hampir 4 dekade dirinya berkiprah di dunia fotografi.

Sebenarnya dunia fotografi bukan pilihan pertamanya. Pilot adalah profesi andalannya waktu itu, tapi karena merasa tidak mendapat restu ibunda dan kondisi perusahaan penerbangannya yang tidak bagus, langkah beralih profesi menjadi fotografer adalah pilihan berikutnya.

Bagaimana cerita selanjutnya dari Darwis Triadi, berikut wawancara serunya dengan Ferdy Hasan dalam The Captain, beberapa waktu lalu.

Siapa orang yang menjadi panutan dan paling berjasa dalam karir mas Darwis?
“Pada akhirnya memang orangtua. Pada saat saya mulai, waktu itu ada syuting film, itu di Pulau Panjang dan pakai model-model peragawati. Saya yang menerbangkan waktu itu. Saya bilang ‘wih motret asyik juga’. Dari situlah saya kenal sama mereka.”

“Jadi waktu keluar dari Pilot, saya belajar motret, objeknya mereka-mereka itu, dan mereka support. Jadi pada saat itu walaupun motret juga belum bisa, kadang over dan under, tapi mereka bilang foto saya bagus, ‘gila foto gue dibilang bagus’. jadi moral support itu penting.”

Benarkah pernah dibayar 50 ribu rupiah untuk motret?
“Iya itu yang pertama. Itu dari hotel Borobudur yang ingin buat banner kecil untuk pintu masuk. Saat ditanya berapa gue bingung, ‘ya udah 50 ribu aja.’ Dan hasilnya mereka senang, jadi setiap masuk Borobodur liat foto gue, itu keren.”

Setelah menekuni dunia fotografi, mas Darwis pernah mengatakan bahwa, belajar fotografi itu belajar lighting, bisa dijelaskan?
“Ini sangat benar, saya selalu bilang, belajar foto itu belajar cahaya, karena foto kan dari cahaya. Nggak ada cahaya nggak bisa motret. Kamera itu hanya tools saja, sebagai alat untuk menangkap. Jadi pada akhirnya saya belajar fotografi, saya belajar berkehidupan ternyata. Belajar fotografi kan kita harus intropeksi, kita harus melihat ke depan, bukan ke belakang.”

Mas Darwis juga pernah bilang usaha fotografi di Indonesia ini begitu berbeda dengan negara-negara lain, maksudnya?
“Sangat, sangat berbeda. Contohnya sederhana, di luar negeri kita sebagai fotografer majalah, nggak usah mikir apa-apa lagi, bisa hidup. Di sini kagak bisa, kita motret majalah malah kita ngasih sesuatu, dibilangnya kita promotion di situ, akhirnya kita harus create bisnis sendiri kan. Misalkan, foto pre-wedding, itu kan bisnis yg betul-betul cuma ada di Indonesia.

Redaksi