Selamat Jalan Mandela

27

 

Presiden kulit hitam pertama dan ikon anti-apartheid di negara itu, Mandela, dikenang sebagai tokoh yang mampu bangkit dari masa tahanan 27 tahun di penjara dan memimpin Afrika Selatan dalam perang berdarah menuju demokrasi.

Dalam pidato yang disiarkan di televisi, Zuma mengatakan, “rakyat Afrika Selatan, Nelson Rohlihla Mandela yang kita cintai, pendiri sistem demokrasi di negara kita, telah berpulang hari ini.”

“Kita telah kehilangan seorang ayah, walaupun kita tahu hari ini pasti akan terjadi, tetap saja tidak mengurangi rasa kehilangan kita yang mendalam. Perjuangan tanpa lelahnya dalam memeroleh kebebasan mengundang rasa hormat dari seluruh dunia, sementara keramahan, semangat, dan rasa kemanusiannya membuat Mandela begitu dicintai,” ungkap Zuma.

Menurut Zuma, Mandela akan dimakamkan dengan upacara kenegaraan, sementara rakyat Afrika Selatan dihimbau memasang bendera setengah tiang sebagai tanda berkabung.

Dibesarkan di wilayah pedesaan di tengah dominasi warga minoritas kulit putih yang memerintah Afsel saat itu, Mandela berjuang sehingga memjadikannya sebagai salah satu tokoh paling disegani pada abad ke-20.

Dia merupakan salah satu tokoh yang pertama kali mengelorakan semangat perlawanan bersenjata terhadap apartheid pada 1960, tetapi kemudian menjalankan upaya rekonsiliasi ketika kelompok minoritas kulit putih mulai kehilangan pengaruhnya 30 tahun kemudian.

Mandela terpilih sebagai presiden secara mutlak selama dua periode yaitu pada tahun 1994 dan 1999.

Mandela kemudian dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 1993, penghargaan yang dibagi bersama F.W. de Klrerk, pemimpin Afrika kulit putih yang dibebaskan dari penjara.

Sebagai presiden, Mandela menghadapi berbagai tugas monumental dalam menyatukan sebuah bangsa yang baru lepas dari kondisi ketimpangan rasial yang disisakan era apartheid. Namun Mandela tercatat berhasil melampauinya dengan melakukan berbagai rekonsiliasi ketika menjabat sebagai presiden.

Langkah penting yang dilakukan Mandela salah satunya adalah membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang berfungsi sebagai penyidik berbagai kriminal pada masa apartheid yang dilakukan kedua pihak.

Tujuannya guna memulihkan luka bangsa yang dipimpinnya. Upayanya itu kemudian menjadi percontohan bagi beberapa yang juga sempat dilanda konflik sipil, demikian dikutip dari Reuters oleh Antara.

Redaksi